Skip to main content

Gazes

"AWAAAASSS!"

DUKK!

Gadis itu memejamkan mata, berjongkok ketakutan sambil melindungi kepalanya dari bahaya tertimpuk bola orange besar bergaris-garis yang terbang dengan kecepatan tinggi dari sebelah kanannya. Untung ia cepat, jadi masih sempat menghindari bolanya. Tuh lihat. Buktinya tadi ada bunyi 'dukk' kencang, kan?

Omong-omong, siapa sih yang lempar beginian?

"Nggak papa kan?"

"Nggak. Cuma nyaris apa-apa," ia menjawab ketus, berusaha bangkit dari posisi jongkoknya. Cih. Mana buku-bukunya yang tadi ia peluk, hah? Malu juga sih ketahuan refleks membuang buku-buku itu, lalu jongkok dan berteriak ketakutan. Yakali ada cewek yang nggak begitu kalau ketemu bola besar.

Mana tadi buku-bukunya?

"Sorry deh. Nih. Buku-bukunya sampe ikut terbang tadi."

Hoshit. Itu..... ITU DONGWOON?!

"Athaya Syarif, ya? Sori ya. Kapan-kapan gw traktir deh."

"Heh?"

"Cari aja Shinichi Tsukishirou, Fakultas Manajemen Bisnis."

Dan ia cuma bisa berdiri diam, menatap cengiran pemuda itu yang langsung pergi melanjutkan permainan basketnya.

- Forget Jakarta, Adhitia Sofyan -

Ia tak bisa konsentrasi, jujur saja.

Gara-gara liat cewek, Shin?

.....

Athaya tadi, ya?

Diem lo.

Sesekali matanya melirik, menatap kembali gadis yang tadi nyaris jadi korban bola basket yang dilempar Dira (iya, bukan dia yang melempar kok. Tenang) ke arahnya. Yah, emang salahnya juga sih nggak ditangkep. Siapa juga yang suruh Alia nongol di pinggir lapangan, nyengir terus lambai-lambai ke arahnya. Jiwa lelakinya tergoda untuk membalas, dong. Apa kata Dimas nanti kalau ia terlihat mendiamkan cewek cantik yang dengan sukarela make a move padanya?

Anaknya pergi tuh.

Iris keabuannya kembali mencari sosok gadis itu, memperhatikannya lekat-lekat sampai keluar dari area lapangan basket kampus mereka. Dira aja sampai ia cuekin. Padahal udah teriak-teriak minta di-pass bola.

Bening ya, Shin?

Diem.

Beda sama Alia, Kintan, Irina. Ya, kan?

Berisik.

Nggak lo kejar, Shin?

....

Nanti juga ngejar gw.

Kepedean lo.

- Gaze, Adhitia Sofyan -


Jadi ceritanya, ini fanfic yang dibuat sambil gw dengerin 2 lagu itu. Tadinya mau lanjut, tapi yang nge-play abis Gaze itu Grenade - Bruno Mars jadi..... #alesan #bilangajawebe

Shin dan Athaya sepenuhnya milik saya untuk diutak-atik dan dipermainkan sesuka hati.

Comments

Popular posts from this blog

Nisha - Irza #1

Nisha pertama melihat Irza di kelas. Sosok laki-laki yang dengan tenang memasuki kelas, dimana yang lain masih terlihat bingung dan canggung terhadap perubahan dari SMA menuju dunia perkuliahan. Justru sebaliknya, seperti yang sudah bertahun-tahun berada disana, Irza melenggang masuk. Nisha melihat Irza dari kursinya di depan, mengawasi dari sudut mata sampai Irza berhenti di belakang, di pojok kelas, di dekat jendela. Lalu diam-diam ia mencuri pandang selama kuliah, mendapati Irza yang mulai mengobrol dan mendapat teman di belakang sana. Nisha iri. Nisha juga ingin berkenalan dengan Irza. Irza pertama melihat Nisha di pengumpulan mahasiswa baru. Saat itu ia terlambat, datang tergopoh-gopoh di belakang barisan. Sosok Nisha di depan mencuri perhatiannya. Masih ada ya, perempuan yang memakai tas Buzz Lightyear? Sepanjang briefing, Irza mencuri pandang ke arah Nisha di barisan depan. Gadis itu dengan cepat berkenalan dengan lingkungan sekitarnya, ikut mencuri perhatian beberapa seni...

Kadang ia berpikir, tidakkah semuanya terlihat tak adil baginya? Meski pada akhirnya, memang mereka berdua yang merasakan sakitnya, tapi keputusannya--tindakannyalah yang memicu sakit tersebut. Tidakkah pernah terpikirkan, sakit nya jauh lebih menyakitkan dari sakit dia. Ia yang tahu akibatnya. Ia yang tahu konsekuensinya. Ia yang tahu--seberapa besar keputusannya akan menyakiti keduanya--dirinya, paling tidak. Ia tak bisa benar-benar menjamin bahwa dia menyimpan rasa yang sama sepertinya. Dia selalu menanggung segalanya. Semua pedih, semua sakit, segala keputusan. Semua sebab dan akibat. Tak pernahkah kau berpikir, bahwa akupun merasa begitu? Bahwa akupun sebenarnya tak sekuat yang terlihat. Tak sedingin yang kutampilkan. Akupun sama. 「 雨が降る。。。か?」 Hujan kali ini terasa berbeda dari biasanya. Ia menengadah, merasakan tiap tetesan hujan itu menghantam tubuhnya keras. Membiarkan dinginnya udara ikut membekukan hatinya. Biar tak ada yang bisa merusak, maupun...

BYNNWYMM #4

Ia benci dingin. Terutama dingin yang seperti ini. Lahir di negara yang iklimnya jauh lebih dingin dari negara yang tengah disinggahinya sekarang ini lantas tidak membuatnya lebih adaptif pada cuaca dingin. Badannya masih menggigil setiap ia bangun di pagi pertama musim dingin. Ia masih berjengit setiap kali kaki telanjangnya menyentuh lantai beku saat musim gugur tiba. Bahkan kini, saat angin laut yang berhembus tak sekencang angin musim gugurnya, ia masih ingin selimutan di bawah selimut tebal. Sambil minum cokelat hangat. Di kamarnya. (atau menyelinap keluar, lalu mengetuk pintu rumah Velasquez. Lalu dengan seenaknya menyelusup di bawah selimut Dims.) Fuh. "Dingin ya?" Perlu ditanya? Tak perlu menengok, ia refleks memeluk tangan yang melingkari pinggangnya, memeluk tiba-tiba dari belakang. Maaf, katanya. Kelamaan. Ia hanya memejamkan mata saat lelaki di belakangnya mengecup puncak kepalanya. Setengah dari situasi ini memang salahnya--oke, tiga perempatnya. S...