Skip to main content

Somewhere, someday.

Hey.

Hey.

Sedang apa kamu disini?

Entahlah. Kau?

Entahlah. Sesuatu membawaku.

Me too.

(....)

What?

Apa?

Kenapa kau menatapku seperti itu?

Seperti apa?

Seperti.... seperti kau tak bisa bertemu lagi denganku.

Mm. Mungkin.

Apa maksudnya?

Mungkin aku memang tak bisa bertemu denganmu lagi.

Why?

Karena semuanya berbeda sekarang. Kau denganya. Aku dengan--

Lalu kenapa? Apakah hanya karena itu kita jadi tak bisa bertemu lagi?

Entahlah. Menurutku akan lebih baik seperti itu.

Why?

Karena kau membuat segalanya lebih sulit. Lebih...... rumit.

(.....)

Saat aku bertemu denganmu, melihatmu, ada yang menahanku disitu. Ada yang menahanku lebih daripada orang lain. Aku tak bisa.... menghiraukan semua ini lagi. Aku takkan bisa berpura-pura lagi. This is my limit.

..... Kita tak harus seperti ini, kau tahu.

I know.

Kita bisa lari. Menghilang berdua. Memalsukan kematian kita, lalu pergi ke antah berantah. Lalu hidup berdua.

We can't.

Why?

Kau dan aku tahu mengapa.

(Keduanya terdiam. Lalu pemuda itu mendekat, menempelkan keningnya pada gadis di depannya. Mereka memejamkan mata selama beberapa saat, dalam diam. Secara instingtif, sang pemuda mendekat, mengecup lembut bibir gadis itu, lama. Untuk yang terakhir kalinya.)

Be happy, Katara.

You too, Zuko.




(Untuk prompt Somewhere Only We Know - Keane dari Agwina, dan request dari Kodel.)

Comments

Popular posts from this blog

Nisha - Irza #1

Nisha pertama melihat Irza di kelas. Sosok laki-laki yang dengan tenang memasuki kelas, dimana yang lain masih terlihat bingung dan canggung terhadap perubahan dari SMA menuju dunia perkuliahan. Justru sebaliknya, seperti yang sudah bertahun-tahun berada disana, Irza melenggang masuk. Nisha melihat Irza dari kursinya di depan, mengawasi dari sudut mata sampai Irza berhenti di belakang, di pojok kelas, di dekat jendela. Lalu diam-diam ia mencuri pandang selama kuliah, mendapati Irza yang mulai mengobrol dan mendapat teman di belakang sana. Nisha iri. Nisha juga ingin berkenalan dengan Irza. Irza pertama melihat Nisha di pengumpulan mahasiswa baru. Saat itu ia terlambat, datang tergopoh-gopoh di belakang barisan. Sosok Nisha di depan mencuri perhatiannya. Masih ada ya, perempuan yang memakai tas Buzz Lightyear? Sepanjang briefing, Irza mencuri pandang ke arah Nisha di barisan depan. Gadis itu dengan cepat berkenalan dengan lingkungan sekitarnya, ikut mencuri perhatian beberapa seni...

Kadang ia berpikir, tidakkah semuanya terlihat tak adil baginya? Meski pada akhirnya, memang mereka berdua yang merasakan sakitnya, tapi keputusannya--tindakannyalah yang memicu sakit tersebut. Tidakkah pernah terpikirkan, sakit nya jauh lebih menyakitkan dari sakit dia. Ia yang tahu akibatnya. Ia yang tahu konsekuensinya. Ia yang tahu--seberapa besar keputusannya akan menyakiti keduanya--dirinya, paling tidak. Ia tak bisa benar-benar menjamin bahwa dia menyimpan rasa yang sama sepertinya. Dia selalu menanggung segalanya. Semua pedih, semua sakit, segala keputusan. Semua sebab dan akibat. Tak pernahkah kau berpikir, bahwa akupun merasa begitu? Bahwa akupun sebenarnya tak sekuat yang terlihat. Tak sedingin yang kutampilkan. Akupun sama. 「 雨が降る。。。か?」 Hujan kali ini terasa berbeda dari biasanya. Ia menengadah, merasakan tiap tetesan hujan itu menghantam tubuhnya keras. Membiarkan dinginnya udara ikut membekukan hatinya. Biar tak ada yang bisa merusak, maupun...

BYNNWYMM #4

Ia benci dingin. Terutama dingin yang seperti ini. Lahir di negara yang iklimnya jauh lebih dingin dari negara yang tengah disinggahinya sekarang ini lantas tidak membuatnya lebih adaptif pada cuaca dingin. Badannya masih menggigil setiap ia bangun di pagi pertama musim dingin. Ia masih berjengit setiap kali kaki telanjangnya menyentuh lantai beku saat musim gugur tiba. Bahkan kini, saat angin laut yang berhembus tak sekencang angin musim gugurnya, ia masih ingin selimutan di bawah selimut tebal. Sambil minum cokelat hangat. Di kamarnya. (atau menyelinap keluar, lalu mengetuk pintu rumah Velasquez. Lalu dengan seenaknya menyelusup di bawah selimut Dims.) Fuh. "Dingin ya?" Perlu ditanya? Tak perlu menengok, ia refleks memeluk tangan yang melingkari pinggangnya, memeluk tiba-tiba dari belakang. Maaf, katanya. Kelamaan. Ia hanya memejamkan mata saat lelaki di belakangnya mengecup puncak kepalanya. Setengah dari situasi ini memang salahnya--oke, tiga perempatnya. S...