"Udah ngantuk?"
"Udah."
"Cupu lo."
Bukannya marah, aku malah menatap lekat-lekat wajahmu yang tertawa—menertawakan aku yang sudah susah terus membuka mata. Tawamu reda, berganti jadi senyum lebar. Aku mengerjap, lalu kamu tergelak lagi. Kali ini tanganmu menjulur, hinggap di puncak kepalaku. Lantas aku memejamkan mata. Enak, hangat.
"Bobo gih."
"Nggak mau. Masih mau ngobrol."
Kamu tertawa lagi. Mungkin karena suaraku sudah terdengar berat, dan mataku tidak kunjung kubuka. Sudah nyaman, apalagi tanganmu terus mengusap lembut kepalaku. Napasku sudah mulai berat. Yang tersisa cuma jeritan di kepalaku yang masih mau menghabiskan waktu denganmu.
"Kan gue nggak kemana-mana. Lo tidur sekarang, nanti bangun juga gue masih ada."
"Bohong."
Aku membuka mataku. Menatapmu. Lekat, berusaha menangkap garis-garis siluetmu yang timbul-hilang.
"Kalau aku tidur kamu justru ilang."
Sensasi hangat di atas kepalaku menghilang. Tapi tanganmu masih menjulur, meski perlahan semakin memudar.
"Kalau aku tidur..."
Kamu tersenyum sedih. Semakin menghilang dari depan mataku.
"... bangun-bangun kamu pasti udah ga ada."
Kamu hilang.
Comments