Skip to main content

なくなる

"Udah ngantuk?"


"Udah."


"Cupu lo."


Bukannya marah, aku malah menatap lekat-lekat wajahmu yang tertawamenertawakan aku yang sudah susah terus membuka mata. Tawamu reda, berganti jadi senyum lebar. Aku mengerjap, lalu kamu tergelak lagi. Kali ini tanganmu menjulur, hinggap di puncak kepalaku. Lantas aku memejamkan mata. Enak, hangat.


"Bobo gih."


"Nggak mau. Masih mau ngobrol."


Kamu tertawa lagi. Mungkin karena suaraku sudah terdengar berat, dan mataku tidak kunjung kubuka. Sudah nyaman, apalagi tanganmu terus mengusap lembut kepalaku. Napasku sudah mulai berat. Yang tersisa cuma jeritan di kepalaku yang masih mau menghabiskan waktu denganmu.


"Kan gue nggak kemana-mana. Lo tidur sekarang, nanti bangun juga gue masih ada."


"Bohong."


Aku membuka mataku. Menatapmu. Lekat, berusaha menangkap garis-garis siluetmu yang timbul-hilang.


"Kalau aku tidur kamu justru ilang."


Sensasi hangat di atas kepalaku menghilang. Tapi tanganmu masih menjulur, meski perlahan semakin memudar.


"Kalau aku tidur..."


Kamu tersenyum sedih. Semakin menghilang dari depan mataku.


"... bangun-bangun kamu pasti udah ga ada."


Kamu hilang.

Comments

Popular posts from this blog

dorks #3

"Hah? Itu beneran nama lo?" Hotaru kan nama Jepang. Si Dimasu--Hotaru di depannya kan bukan orang Jepang. Baru pindah kesini, malah. Lagipula ya, kenapa harus Hotaru, coba. Imej cool yang sudah mulai terbangun di kepala Shin jadi hilang. Sekarang di kepalanya dipenuhi gambaran hutan di malam hari, dengan bola-bola cahaya kecil yang beterbangan. Wait, kenapa juga ia membayangkan imej si Hotaru? Lagipula, kelihatannya anak pindahan ini tidak sealim yang ia dan teman-temannya sangka. Shin kan sudah expert, jadi ia tahu kalau bertemu sesama expert. Seperti cengiran yang sengaja dilempar dengan lirikan kecil ke arah cewek-cewek. Dan mata yang berkilat-kilat bandel. Sering sekali ia lihat pada Haruki. Maupun dirinya sendiri. Ia menangkap bola yang dilempar Hotaru sambil nyengir bandel, sengaja bermain-main dengan memutar-mutar bolanya dengan satu jari. Cek reaksi, ceritanya. Tuh kan, langsung heboh semua. Score one! "Yuk, main." (feel Shin gw.....)

*IMAGE HEAVY*

--when photobucket, tinypic, and tumblr are being a fuckin' bitch

Her

Ia disana. Ia ada, ia bernapas. Ia disana. Tapi tak ada yang dilakukannya. Gadis itu menghela napas, menatap kosong ke arah layar putih—kosong, seperti pikirannya. Kau tahu, ia punya segalanya. Hidupnya seharusnya indah. Seharusnya sempurna. Ia punya keluarga—yang menyayanginya, yang mengerti dan mengayomi segala tingkah lakunya. Ia punya teman—bahkan sahabat. Ia masih punya mereka yang akan mencarinya bila ia hilang. Masih punya tiang untuk menopang. Ia punya kelebihan—dan ia tahu bahwa kelebihannya itu bermanfaat. Ia punya status, punya jabatan untuk digunakan. Kau lihat? Ia punya segalanya. Tapi terkadang, ia merasa hampa . Kehampaan yang bahkan tak bisa diisi dengan obrolan singkat, dengan kehangatan keluarganya, atau dengan tumpukan buku-buku yang menggunung di rumahnya (oh ya, ia juga punya itu). Bahkan terkadang ia menyesali hidupnya. Menyesali pilihan yang ia buat. She was a player. She knows that she’s doing pretty good at that. But she just couldn’t. Ia pernah bermimpi...