Kamu tahu nggak, Shin?
Apa?
Kamu punya kembaran loh.
Uh huh.
Namanya Shin juga. Tapi orangnya lebih jahat dari kamu.
Yeah yeah.
Dia juga udah mati. Matinya ketusuk piso di dada kiri loh.
Terus?
Bukannya kemaren kamu mimpi ketusuk di dada kiri ya?
Hubungannya?
Kamu mau ketemu, nggak?
Shinichi membuka mata, sedikit menyipit menghindari cahaya matahari yang menerobos masuk melalui celah-celah di tirai jendelanya. Ia menegakkan diri, terduduk sambil menggaruk kepalanya, kembali mengingat mimpi anehnya barusan.
Hah. Kembaran, katanya. Nonsense.
Ia bangkit, mengintip sedikit ke luar jendela untuk melihat cuaca serta prakiraan waktu saat ini. Cerah. Dan terang. Artinya sudah sedikit siang. Dan kemungkinan besar ia sudah membolos beberapa mata kuliah. Dan nyaris melewatkan janji makan siang yang sudah dibuatnya dengan Ahime-samanya kemarin. Untung ia terbangun.
Sambil menguap lebar, Shinichi memasuki kamar mandinya, membersihkan diri sekadarnya untuk segera berpakaian, lalu sarapan menjelang makan siang di luar. Ia mengambil tas kuliahnya, menyambar jaket lalu berjalan keluar kamar, masih sambil menguap.
"Halo."
"Hal--HAH?!"
Sekali kedip. Dua kali kedip. Satu kedipan lama.
Tak hilang juga.
"Shinichi Tsukishirou juga?"
--juga?
"Siapa lo?"
Sosok transparan di depannya mengangkat alis tebalnya, melempar senyum sinis seakan meremehkan yang--entah kenapa--terasa familiar baginya. Sosok itu bangkit, membungkuk sambil tersenyum mengejek, berbicara dengan nada yang jelas melecehkan.
"Shinichi Tsukishirou. Yoroshiku."
Comments