Skip to main content

Posts

end of summer

Oh, my summer boy, my sweet, sweet love, There will be no more winter for you. jejaknya terlihat di tumpukan salju putih di depan pondok, mengarah ke danau dengan kilau matahari yang terpantul pada permukaan beku. ia terus berjalan, melewati pohon besar, daunnya memutih tertutup salju, beberapa rantingnya rontok dan dahan-dahan kecilnya patah oleh angin kencang semalam. semalam, saat ia benar-benar ingin keluar dari pondoknya yang terkunci rapat. semua sudah selesai. hanya ia yang belum benar-benar bangun, nyanyian merdu sahabatnya masih mengalun di telinga. sweet summer boy. seperti yang selalu mereka ucap untuknya. selalu menunjuk senyum lebarnya, seperti musim panas tak pernah berakhir bagi mereka. sweet, sweet, love. lalu mereka tergelak bertiga, menertawakannya bersama. saling menimpali dan menebak siapa sosok paling tepat untuk dianugerahi sederet kata-kata manis barusan. siapa dan kapan. menurutnya, seharusnya ia sampaikan saja kata-kata tersebut untuk mereka. w...

Kebangkitan

Udah ga ada. Nara diam menatap tembok kosong di kamarnya, melamunkan yang tidak ada. Udah ga ada, Nar. Kesayangan lo. Hilang tepat di depan mata lo, saat lo lagi berdua sama dia. Dan lo gabisa ngelakuin apa-apa. Karena lo nggak tau. Lo cuma bisa diem, kaget, panik setengah mati ketika Dira perlahan jatuh ke tanah, napasnya berat. Lo bahkan nggak cukup peka untuk menyadari tanda-tandanya. Dira yang kelelahan. Dira yang minta istirahat. Dira yang mulai sering berhenti untuk napas, megap-megap. Lo tunda terus buat menepi sejenak. Nanti. Nanti yang berujung tidak ada. Dan setelah semua kegagalan lo, keluarga Dira masih nggak menyalahkan lo. Bukan salah Nara, katanya. Nara tidak bisa apa-apa karena Nara tidak tahu. Karena Nara pada dasarnya hanyalah pemain baru dalam 17 tahun lakon hidup Dira. Nara tidak tahu apa-apa, dan tidak akan pernah tahu apa-apa kalau Dira tidak pingsan dan berujung meninggal. Dan bukan salah Nara juga untuk tidak tahu. Dira yang memilih Nara untuk tidak tahu. ...

Nisha - Irza #1

Nisha pertama melihat Irza di kelas. Sosok laki-laki yang dengan tenang memasuki kelas, dimana yang lain masih terlihat bingung dan canggung terhadap perubahan dari SMA menuju dunia perkuliahan. Justru sebaliknya, seperti yang sudah bertahun-tahun berada disana, Irza melenggang masuk. Nisha melihat Irza dari kursinya di depan, mengawasi dari sudut mata sampai Irza berhenti di belakang, di pojok kelas, di dekat jendela. Lalu diam-diam ia mencuri pandang selama kuliah, mendapati Irza yang mulai mengobrol dan mendapat teman di belakang sana. Nisha iri. Nisha juga ingin berkenalan dengan Irza. Irza pertama melihat Nisha di pengumpulan mahasiswa baru. Saat itu ia terlambat, datang tergopoh-gopoh di belakang barisan. Sosok Nisha di depan mencuri perhatiannya. Masih ada ya, perempuan yang memakai tas Buzz Lightyear? Sepanjang briefing, Irza mencuri pandang ke arah Nisha di barisan depan. Gadis itu dengan cepat berkenalan dengan lingkungan sekitarnya, ikut mencuri perhatian beberapa seni...

Kala Senja, Surya Kelam

“Nar,” Dantya masuk, pasrah melihat kakaknya masih bercokol di satu bagian kamar yang sama. Masih di cerukan jendela kamar yang sama seperti yang ada di kamarnya. Masih dengan pakaian kemarin, dengan jatah sarapan yang belum tersentuh sama sekali, “Nar,” ia mendekat, menepuk pundak Nara. “Pergi lo.” “Nar…” “Pergi lo.” Dantya diam, tangannya ia tarik. Tepat dua minggu sudah lewat sejak sahabatnya Dira meninggal akibat penyakit jantung. Sahabat garis miring gadis yang kakak kembarnya cintai. Dantya masih ingat dengan jelas saat itu, ia di rumah tengah beristirahat tenang ketika telepon rumah berbunyi, Nara menelepon dengan suara kalut, sedang di rumah sakit menemani Dira yang mendadak kolaps saat ia lengah sedikit, tengah membelikan Dira minuman di Senopati. Dantya yang sudah bersiap menerima kabar seperti itu, segera menyusul kakaknya, dan memeluk yang bersangkutan. Ia masih ingat jelas, sosok Nara saat itu. Kalut, gemetar, lemas, pucat. Seperti yang lebih sakit...

Prolog

Nara. Nara. Nara. Nara. Nara, kamu dimana, Nara?  Kamu nggak boleh seperti ini terus. Kamu harus bangkit, Nara. Nara, kamu kuat. Aku tahu kamu pasti bisa. Nara, hidup kamu ga akan selesai di aku. Nara, everybody loves you. And so do I. So please. Nara. Nara, Nara. Nara.   Wake up.

Somewhere, someday.

Hey. Hey. Sedang apa kamu disini? Entahlah. Kau? Entahlah. Sesuatu membawaku. Me too. (....) What? Apa? Kenapa kau menatapku seperti itu? Seperti apa? Seperti.... seperti kau tak bisa bertemu lagi denganku. Mm. Mungkin. Apa maksudnya? Mungkin aku memang tak bisa bertemu denganmu lagi. Why? Karena semuanya berbeda sekarang. Kau denganya. Aku dengan-- Lalu kenapa? Apakah hanya karena itu kita jadi tak bisa bertemu lagi? Entahlah. Menurutku akan lebih baik seperti itu. Why? Karena kau membuat segalanya lebih sulit. Lebih...... rumit. (.....) Saat aku bertemu denganmu, melihatmu, ada yang menahanku disitu. Ada yang menahanku lebih daripada orang lain. Aku tak bisa.... menghiraukan semua ini lagi. Aku takkan bisa berpura-pura lagi. This is my limit. ..... Kita tak harus seperti ini, kau tahu. I know. Kita bisa lari. Menghilang berdua. Memalsukan kematian kita, lalu pergi ke antah berantah. Lalu hidup berd...

Secret Heart

@firenationforum - @deeladiladhila Michael Dante DiMartino & Bryan Koenitzko - Crescendo Secret Heart - Feist Secret heart What are you made of What are you so afraid of   Katara memejamkan mata, kembali berguling di kasurnya. Berusaha melupakan kejadian malam tadi yang masih tercetak jelas di depan matanya. Sebenarnya Katara tak ingin tidur malam itu. Katara ingin mengajaknya begadang saja mala mini bersamanya sampai pagi, lalu melihat matahari terbit bersama-sama sebelum kembali ke kamar masing-masing untuk menghindari kecurigaan. Tapi—tapi, Fire Lord Zuko ternyata sudah punya agenda lain dalam pikirannya malam itu. Katara sedikit senang, saat Zuko yang ternyata muncul dan menyapanya dari bawah. Lalu bukannya menyuruhnya tidur atau apa, malah ingin ikut naik ke atap bersamanya. Meski saat itu ia terkekeh kecil, ia sedikit gugup saat membuat tangga es bagi sang Raja Api. Apa yang akan terjadi, ia tak bisa bayangkan. Apalagi siangnya mereka sempat berselisih paham. Ia kira mal...