Sosoknya membuka mata saat kecupan tersebut menghilang, sosok Dims berpindah, berbaring tepat di sampingnya. Tersenyum kecil, ia kembali memejamkan mata sejenak. Jujur saja, sebenarnya sejak tadi ia ingin tidur. Badannya lelah. Belum lagi pengaruh jetlag yang dirasanya. Masalahnya, mana tega ia bilang begitu ketika kekasihnya tiba-tiba menariknya ke kamarnya?
"Hm?" matanya terbuka, menanggapi panggilan dari Dims. Senyumnya—meski ia mengakui senyum jahilnya sedikit.....well—seksi, tapi ia tak pernah suka senyum itu. Alasan yang menyebabkan senyum tersebut biasanya meliputi dia, dan rencana-entah-apa yang biasanya merugikan dirinya.
"Mau apa..... sih?" tubuhnya bergerak ke belakang sedikit, refleks ketika mendengar kata 'main' yang diikuti tatapan Dims. Tsk, firasatnya buruk. Sosok pemuda tersebut perlahan mendekati tengkuknya hingga wangi rambut pemuda tersebut tercium jelas olehnya.
“Main itu.”
Perlahan matanya membuka, irisnya mengikuti arah yang ditunjukkan Dimitri padanya. Dirasanya tangan pada tengkuknya menghilang dengan cepat, sosoknya berdiri mendekati tumpukan kaset-kaset yang bertebaran. Adrianna menghela napas. Bikin kaget saja.
"Terserah deh. Apa saja," ia mendudukkan diri, berpindah ke ujung kasur pemuda tersebut, bersandar pada tumpukan bantalnya, "Aku ngantuk ah."
Meraih guling, lalu menarik selimut. Selamat tidur.
Comments