Skip to main content

Posts

Dorks #1

Kalau ada yang teriak siang-siang, terutama kalau suaranya terdengar maskulin , itu pantas untuk dicari tahu sebab akibatnya. Shinichi menengok, mencari tahu siapa yang berteriak frustasi seperti itu di siang bolong begini. Habis patah hatikah? Atau kesal karena pacarnya ditikung orang? HA. Baru juga masuk SMA udah kepo gini. Sudah punya basis fans cewek-cewek tersendiri. Yang namanya Shinichi Tsukishirou emang minta dikeroyok lalu digiring ke sawah rame-rame. Lalu alis Shin kedut-kedutan. Pusing dan tidak mengerti melihat wajah anak baru di kelasnya adalah pelaku teriakan frustasi tadi. Yeah, anak yang sejak masuk beberapa hari lalu kerjanya cuma diam saja di kelas. Yang kehadirannya bikin geger seluruh sekolah, dan memancing gadis-gadis tambahan yang rajin mejeng di depan kelasnya hanya untuk melihat wajah si anak baru hari ini. Dan membuat nyaris seluruh anak laki-laki di kelasnya menebak-nebak bahwa si anak baru punya komplikasi. Hanya karena yang bersangkutan kerjanya mingkem ...

BYNNWYMM #7

".... Aku makin nggak mau kalau kamu beneran mau ngajak candlelight dinner." Heu. Kalau sedang menstruasi, Adri memang anomali. Diberi yang manis-manis, tolak. Disodori yang romantis-romantis, buang. Disuguhi yang konyol-konyol, marah. Memang membuat orang serba salah sih jadinya. Tapi ya mau bagaimana. Sudah untung hanya sebulan sekali. Daripada setiap hari, seperti neneknya yang kadang-kadang tidak tahu maunya apa. Diberi anak gadis manis rumahan, disuruh keluar. Lalu nanti ketika yang bersangkutan sudah ngelayap, beliau malah nyap-nyap. Yang seperti ini memang sepertinya sudah mendarah daging di kalangan perempuan keluarganya. "EH EH KAMU NGAP —DIMS!" Ini bisa marah beneran lho, sumpah. Sudah bagus ia mau buka pintu. Dekatinya pelan-pelan gitu, diajak ngobrol dulu sebentar. Ini malah langsung dijeblak terbuka, lalu diseret. Tolong ya, ia paling benci kalau ada adegan seret-seret. Ia memejamkan mata ketika Dims mendorongnya jatuh ke kasur, lalu langsung ...

BYNNWYMM #6

Sebenarnya Adri menyesal teriak begitu. Bagaimana kalau nanti Dims benar-benar pergi, lalu bertemu salah satu penari eksotis Bali, lalu tiba-tiba esok paginya sudah menjadi milik orang lain? Hmph. Konsekuensi ditanggung oleh Dims sendiri, kalau saat pulang nanti jari manis Dims sudah bercincin sementara miliknya belum. Yang bersedia membela Adri bukan hanya Izarka seorang, omong-omong. Bersandar di pintu, tubuhnya merosot ke lantai, duduk dengan kaki ditekuk di depannya, terpeluk oleh tangan. Iya, Adri sudah kesal. Padahal tadi ia sudah berniat minta maaf. Sudah ingin memperbaiki keadaan dan liburan berharga mereka dengan itikad baik meski hormonnya sedang kurang mendukung. Senggol sedikit, barbel melayang. “AH AKU GAK MAU TAU POKOKNYA KAMU HARUS MAU NIKAH SAMA AKU!” ..... "KOK KAMU MAKSA SIH?! KALAU AKU NGGAK MAU GIMANA, HAH?!" Bohong besar. Dengan pipi setengah memerah, ia bangkit dan meraih pegangan pintu, membuka pintunya sedikit hingga meninggalkan celah...

BYNNWYMM #5

"Kamu saja yang mati. Aku masih mau pulang." Membalas dengan nada matter-of-factly, Adri meraih kedua tangan Dims, lalu melingkarkan keduanya diatas dadanya, merasakan pancaran hangat tubuh Dims yang masih terjaga meski angin bertiup kencang. Moodnya sudah lumayan--syukurlah. Matanya mulai mengerjap-ngerjap mengantuk, semakin terbuai dengan suasana yang nampak sangat mendukung untuk tidur. Masalah bagaimana kembali ke cottage tempat mereka menginap, itu urusan Dims. "Nggak boleh. Nanti sakit," ucapnya polos, setengah bergumam sambil memukul pelan tangan Dims yang ia gunakan sebagai pengganti selimut. Pada gangguan yang berlangsung setelahnya pun, Adri hanya ber-'hng' simpel, kerutan kesal mulai terbentuk di mata serta dahinya. Lalu ketika ia merasa pipinya dilumat sesuatu, ia nyaris berteriak. Nyaris. Kalau tidak dicium. Lalu yang bersangkutan kabur, meninggalkan Adri yang tidak siap sandaran kursinya tiba-tiba hilang, badannya segera limbung ke be...

BYNNWYMM #4

Ia benci dingin. Terutama dingin yang seperti ini. Lahir di negara yang iklimnya jauh lebih dingin dari negara yang tengah disinggahinya sekarang ini lantas tidak membuatnya lebih adaptif pada cuaca dingin. Badannya masih menggigil setiap ia bangun di pagi pertama musim dingin. Ia masih berjengit setiap kali kaki telanjangnya menyentuh lantai beku saat musim gugur tiba. Bahkan kini, saat angin laut yang berhembus tak sekencang angin musim gugurnya, ia masih ingin selimutan di bawah selimut tebal. Sambil minum cokelat hangat. Di kamarnya. (atau menyelinap keluar, lalu mengetuk pintu rumah Velasquez. Lalu dengan seenaknya menyelusup di bawah selimut Dims.) Fuh. "Dingin ya?" Perlu ditanya? Tak perlu menengok, ia refleks memeluk tangan yang melingkari pinggangnya, memeluk tiba-tiba dari belakang. Maaf, katanya. Kelamaan. Ia hanya memejamkan mata saat lelaki di belakangnya mengecup puncak kepalanya. Setengah dari situasi ini memang salahnya--oke, tiga perempatnya. S...

Kadang ia berpikir, tidakkah semuanya terlihat tak adil baginya? Meski pada akhirnya, memang mereka berdua yang merasakan sakitnya, tapi keputusannya--tindakannyalah yang memicu sakit tersebut. Tidakkah pernah terpikirkan, sakit nya jauh lebih menyakitkan dari sakit dia. Ia yang tahu akibatnya. Ia yang tahu konsekuensinya. Ia yang tahu--seberapa besar keputusannya akan menyakiti keduanya--dirinya, paling tidak. Ia tak bisa benar-benar menjamin bahwa dia menyimpan rasa yang sama sepertinya. Dia selalu menanggung segalanya. Semua pedih, semua sakit, segala keputusan. Semua sebab dan akibat. Tak pernahkah kau berpikir, bahwa akupun merasa begitu? Bahwa akupun sebenarnya tak sekuat yang terlihat. Tak sedingin yang kutampilkan. Akupun sama. 「 雨が降る。。。か?」 Hujan kali ini terasa berbeda dari biasanya. Ia menengadah, merasakan tiap tetesan hujan itu menghantam tubuhnya keras. Membiarkan dinginnya udara ikut membekukan hatinya. Biar tak ada yang bisa merusak, maupun...

Awal pada Akhir.

"Why must I always see the ending at the beginning?" --Icarus, White Hinterland Tough luck. Ia menghela napas pasrah, iris hitamnya mengamati figur pemuda yang barusan mengobrol dengannya melenggang pergi, beringsut mendekati teman-temannya. Teman-teman perempuannya . God . Sampai sekarang ia masih tak percaya ia bisa punya perasaan pada orang itu selama enam tahun belakangan. Meski akhir-akhir ini ia bersikeras menyanggah fakta bahwa ia sebenarnya masih punya perasaan yang sama dengan yang ia rasakan enam tahun lalu. Geli, tahu tidak? Terlalu klise, bahkan untuk standar penggila cerita roman macam dirinya. Dan lagi, meski orangtua mereka berdua cukup akrab (yang seharusnya membuat salah satu pihak merasa lebih senang ketika tahu anaknya naksir anak teman si orangtua), ibunya justru sering menyatakan ketidaksukaannya ketika tahu anaknya naksir anak temannya. Cari yang lain saja, katanya. Meski anak lelaki itu terbilang sopan dan baik di mata orangtuanya. Terlalu ce...