Skip to main content

Posts

Showing posts from July, 2011

Of Guilt and Changes

Traitor Traitor. Pengkhianat. Dirinya tak pernah menyangka akan tiba saat dimana ia merasa pantas disebut seperti itu. Saat hatinya tiba-tiba bergejolak terhadap sosok lain, merasa tergelitik bukan terhadapnya, tapi terhadap yang lain. Setetes air matanya jatuh, membasahi pipinya yang memerah. Di ambang amarah, rasa bersalah, dan —sesuatu yang lain. Yang membuatnya merasa bersalah, hingga air matanya menetes tanpa sadar. Tangannya bergetar di samping badannya, terkunci oleh tangan besar lain milik pemuda di hadapannya. If she was to make an excuse, ia disudutkan. Apa yang kau harapkan dari seorang sahabat lama yang sudah lama tak kau temui? Pertengkaran tiba-tiba yang berujung pada posisinya yang tersudut oleh pemuda tersebut jelas tidak termasuk dalam bayangannya. Apalagi ketika kau tiba-tiba merasakan kembali apa yang pernah kau rasakan. Jauh, jauh sebelum rasa itu menghilang, tertutupi perasaan yang sama terhadap orang yang berbeda. Ia bersalah. Bersalah —karena dibiarkan

To Promise You This. Always.

Promise She promised. They promised. Ia sudah berjanji, ia takkan pernah menghilang. Berjanji akan selalu menunggunya. Ia sudah berjanji, dan ia masih ingat jelas akan janji itu. Janji mereka yang dikukuhkan oleh seuntai kalung di lehernya, berdenting ketika bersinggungan dengan kalung perak lain yang dikenakannya. She already made her promise, to always love him no matter what . Tangannya meraih bandul perak di kalungnya, secara tak sadar menggenggamnya erat. She remembered the night. Saat keduanya tak sengaja terkunci diluar, dan bertemu satu sama lain--lagi-lagi--di ruang rekreasi. Sementara Fuyuki menyapanya tenang, sosok adik kelasnya terlihat gugup menemukan senpainya sama-sama terperangkap di luar kekkai. They ended up with the talk. Keduanya berpelukan erat, seakan malam itu adalah malam terakhir Fuyuki bersama Gikyo. Seakan esok nanti, sosoknya sudah menghilang, dinyatakan lulus lalu berpisah dengan Gikyonya. Memang hanya akan berselang setahun sampai Gikyo pun lulus dar

3 Sentences, 3 Stories

Boredom Fuyuki bosan. Ia berjalan lambat-lambat, sejak tadi berkeliaran tak tentu arah di sekitar halaman luas Ryokubita. Ia bosan belajar untuk kelulusan. Bosan diam di kamar mendengar ocehan Naomi-chan. Bosan merawat biolanya yang sudah tergosok bersih tanpa debu. Bosan memainkan biolanya. Bosan berlatih softball. Bosan lempar tangkap. Bosan menonton TV. Bosan segalanya. Dan yang buruknya, ia tak bisa menemukan sosok nya di tengah kebosanannya ini. Well, siapa tahu dengan berkeliaran di sekitarnya bisa mengusir rasa bosan yang melingkupi dirinya sejak Sabtu pagi kemarin. Menghela napas, ia berbalik arah, kembali berjalan menuju gedung asrama untuk melakukan kegiatan entah apa. Memasak, mungkin? Siapa tahu disana juga ada dia . " Oomft ." Ia merasakan badannya terpental ke belakang beberapa senti, sosoknya berkedip-kedip sejenak sebelum mengangkat kepala untuk melihat identitas orang yang tak sengaja menabraknya tersebut. "Senpai?" Ara. "Hai, Gi

Prompts--50 Sentences

1. Warm 2. Soft 3. Palm 4. Sing 5. Secret 6. Melody 7. Aimless 8. Side 9. Cross 10. Two 11. Over 12. Small 13. Wish 14. Truth 15. Scene 16. Reflect 17. Seasons 18. Sky 19. Heart 20. Smile 21. Huge 22. Wound 23. Run 24. Close 25. Fade 26. Face 27. Near 28. Young 29. Kiss 30. Please 31. Prove 32. Kind 33. Sorry 34. First 35. Move 36. Cheap 37. Boredom 38. Teacher 39. Traitor 40. Boy 41. Trap 42. Deep 43. Believe 44. Regret 45. Inside 46. Shadow 47. Sigh 48. Yesterday 49. Promise 50. Continue HTML Tables 50 Prompts for Infantrum's 50 Sentences Challenge . Would be all about Fuyu - Gikyo, ehe. Wish me luck :3

Be The One - #7

"Karena kau sama menggodanya sepertiku. I can't afford losing all the time now, can I?" Adrianna menyeringai lebar, mengkopi seringai jahil yang sering tertempel di wajah pacarnya itu--yang omong-omong kini meraih tangannya yang melingkar nyaman di leher Dims, untuk diturunkan kembali ke permukaan tempat tidur. Ia kembali nyengir lebar ketika tangan Dims tak meninggalkan tangannya, malah menahannya erat, "Apa ini? Kau takut aku lari, hm?" Dan Adrianna kembali memejamkan mata ketika wajah Dims mendekat, menutup jarak diantara mereka dengan kecupan singkat yang seakan dilakukan untuk membalas kecupannya beberapa detik lalu. Ia menghela napas mendengar Dims mengulagi pertanyaannya. "Dan kalau aku tetap tak mau menjawab, apa yang akan kau lakukan, dear ?" Adrianna betah kok, tiduran seperti ini.

Courage

Kau percaya bahwa sekarang ia ada disini? Di depan gerbang sekolah kakaknya, berdiri diam dengan manis, menunggu di depan gerbang. Ia bahkan tak peduli akan tatapan dan kasak-kusuk ingin tahu dari orang-orang yang lewat. Biar mereka pergi. Ia takkan peduli. Karena apa yang sedang dilakukannya tak sebanding dengan mengkhawatirkan ucapan orang lain tentangnya. Well, itu pikiran negatif sih. Belum tentu mereka memang benar-benar membicarakan dirinya. Ia menghela napas, salah satu tangannya naik ke puncak kepala, merapikannya sejenak lalu pindah ke keningnya yang tertutup surai-surai hitamnya, kembali ia rapikan. Lalu tangannya tak langsung kembali, ia berdiam di salah satu ujung rambutnya, dimainkan dengan gestur tak sabar. Well, kalau kau sudah menunggu selama dua puluh menit di depan sekolah yang asing bagimu—belum lagi seluruh populasinya berusia lebih tua—kau pasti akan merasa tegang. Belum lagi dengan fakta bahwa ia membawa-bawa sesuatu yang besar di tangannya. Hadiah—kau bisa