Skip to main content

BYNNWYMM #2

Semarah-marahnya ia, sekesal-kesalnya ia pada sosok lelaki yang tengah berbaring damai di depannya—gosh, he looks so cute—Adrianna Arks masih akan tetap kembali padanya. Klise. Dan sangat, sangat memalukan untuk diakuinya keras-keras. Bahwa bagaimanapun juga, ia toh masih cinta.

“WAAAA!”

Terkekeh kecil, ia menarik wajahnya, setengah berlari pindah ke depan pemuda itu. Berjongkok di depan sosok Dims yang terjatuh, ia tersenyum manis, "Did I scare you that much?" ucapnya, menepuk-nepuk badan serta kepala Dims yang terkena pasir akibat jatuh.

Lalu berubah manyun ketika mendengar kalimat Dims yang berikutnya.

"Kamu suka kalau aku marah? Kamu maunya kita berantem lagi aja? Fine," melengos kesal, Adrianna bangkit berdiri, meninggalkan sosok Dims yang masih terkapar di atas pasir pantai. Sebal. Hilang niat awalnya mau mengajak baikan. Mau minta maaf. Sebalsebalsebal. Setengah berlari, ia mendekati seorang surfer lokal yang tengah berdiri tak jauh dari tempat mereka berdua.

Sebal. Biar saja ah.

Comments

Popular posts from this blog

dorks #3

"Hah? Itu beneran nama lo?" Hotaru kan nama Jepang. Si Dimasu--Hotaru di depannya kan bukan orang Jepang. Baru pindah kesini, malah. Lagipula ya, kenapa harus Hotaru, coba. Imej cool yang sudah mulai terbangun di kepala Shin jadi hilang. Sekarang di kepalanya dipenuhi gambaran hutan di malam hari, dengan bola-bola cahaya kecil yang beterbangan. Wait, kenapa juga ia membayangkan imej si Hotaru? Lagipula, kelihatannya anak pindahan ini tidak sealim yang ia dan teman-temannya sangka. Shin kan sudah expert, jadi ia tahu kalau bertemu sesama expert. Seperti cengiran yang sengaja dilempar dengan lirikan kecil ke arah cewek-cewek. Dan mata yang berkilat-kilat bandel. Sering sekali ia lihat pada Haruki. Maupun dirinya sendiri. Ia menangkap bola yang dilempar Hotaru sambil nyengir bandel, sengaja bermain-main dengan memutar-mutar bolanya dengan satu jari. Cek reaksi, ceritanya. Tuh kan, langsung heboh semua. Score one! "Yuk, main." (feel Shin gw.....)

*IMAGE HEAVY*

--when photobucket, tinypic, and tumblr are being a fuckin' bitch

Her

Ia disana. Ia ada, ia bernapas. Ia disana. Tapi tak ada yang dilakukannya. Gadis itu menghela napas, menatap kosong ke arah layar putih—kosong, seperti pikirannya. Kau tahu, ia punya segalanya. Hidupnya seharusnya indah. Seharusnya sempurna. Ia punya keluarga—yang menyayanginya, yang mengerti dan mengayomi segala tingkah lakunya. Ia punya teman—bahkan sahabat. Ia masih punya mereka yang akan mencarinya bila ia hilang. Masih punya tiang untuk menopang. Ia punya kelebihan—dan ia tahu bahwa kelebihannya itu bermanfaat. Ia punya status, punya jabatan untuk digunakan. Kau lihat? Ia punya segalanya. Tapi terkadang, ia merasa hampa . Kehampaan yang bahkan tak bisa diisi dengan obrolan singkat, dengan kehangatan keluarganya, atau dengan tumpukan buku-buku yang menggunung di rumahnya (oh ya, ia juga punya itu). Bahkan terkadang ia menyesali hidupnya. Menyesali pilihan yang ia buat. She was a player. She knows that she’s doing pretty good at that. But she just couldn’t. Ia pernah bermimpi...