Skip to main content

BYNNWYMM #5

"Kamu saja yang mati. Aku masih mau pulang."

Membalas dengan nada matter-of-factly, Adri meraih kedua tangan Dims, lalu melingkarkan keduanya diatas dadanya, merasakan pancaran hangat tubuh Dims yang masih terjaga meski angin bertiup kencang. Moodnya sudah lumayan--syukurlah. Matanya mulai mengerjap-ngerjap mengantuk, semakin terbuai dengan suasana yang nampak sangat mendukung untuk tidur. Masalah bagaimana kembali ke cottage tempat mereka menginap, itu urusan Dims.

"Nggak boleh. Nanti sakit," ucapnya polos, setengah bergumam sambil memukul pelan tangan Dims yang ia gunakan sebagai pengganti selimut. Pada gangguan yang berlangsung setelahnya pun, Adri hanya ber-'hng' simpel, kerutan kesal mulai terbentuk di mata serta dahinya. Lalu ketika ia merasa pipinya dilumat sesuatu, ia nyaris berteriak.

Nyaris.

Kalau tidak dicium.

Lalu yang bersangkutan kabur, meninggalkan Adri yang tidak siap sandaran kursinya tiba-tiba hilang, badannya segera limbung ke belakang, nyaris jatuh kalau tidak ditahan oleh tangannya yang sigap. That does it. Dims tidur di luar. Dompetnya ia sita. Pronto.

"NIKAHNYA NANTI AJA TAPI, SEKARANG BIKIN ANAK DULU HAHAHAHA..."

....

"ATREIYU MATHIVANAN DIMITROVSKI VELASQUEZ!" ia menjerit seketika, mendatangi cottage tempat mereka menginap secepat yang dimungkinkan kaki tanpa alasnya. Persetan dengan sendal yang ia pakai, atau kain Bali yang barusan ia pakai sebagai alas duduk. Persetan. Persetan. Adriannya sendiri sepertinya sudah menjelma menjadi setan. Mendorong Dims keluar dari dalam cottage, ia segera mengunci pintunya, berteriak dari dalam.

"NIKAH SAJA SANA SAMA PENARI KUTA!"

Comments

Popular posts from this blog

dorks #3

"Hah? Itu beneran nama lo?" Hotaru kan nama Jepang. Si Dimasu--Hotaru di depannya kan bukan orang Jepang. Baru pindah kesini, malah. Lagipula ya, kenapa harus Hotaru, coba. Imej cool yang sudah mulai terbangun di kepala Shin jadi hilang. Sekarang di kepalanya dipenuhi gambaran hutan di malam hari, dengan bola-bola cahaya kecil yang beterbangan. Wait, kenapa juga ia membayangkan imej si Hotaru? Lagipula, kelihatannya anak pindahan ini tidak sealim yang ia dan teman-temannya sangka. Shin kan sudah expert, jadi ia tahu kalau bertemu sesama expert. Seperti cengiran yang sengaja dilempar dengan lirikan kecil ke arah cewek-cewek. Dan mata yang berkilat-kilat bandel. Sering sekali ia lihat pada Haruki. Maupun dirinya sendiri. Ia menangkap bola yang dilempar Hotaru sambil nyengir bandel, sengaja bermain-main dengan memutar-mutar bolanya dengan satu jari. Cek reaksi, ceritanya. Tuh kan, langsung heboh semua. Score one! "Yuk, main." (feel Shin gw.....)

*IMAGE HEAVY*

--when photobucket, tinypic, and tumblr are being a fuckin' bitch

Her

Ia disana. Ia ada, ia bernapas. Ia disana. Tapi tak ada yang dilakukannya. Gadis itu menghela napas, menatap kosong ke arah layar putih—kosong, seperti pikirannya. Kau tahu, ia punya segalanya. Hidupnya seharusnya indah. Seharusnya sempurna. Ia punya keluarga—yang menyayanginya, yang mengerti dan mengayomi segala tingkah lakunya. Ia punya teman—bahkan sahabat. Ia masih punya mereka yang akan mencarinya bila ia hilang. Masih punya tiang untuk menopang. Ia punya kelebihan—dan ia tahu bahwa kelebihannya itu bermanfaat. Ia punya status, punya jabatan untuk digunakan. Kau lihat? Ia punya segalanya. Tapi terkadang, ia merasa hampa . Kehampaan yang bahkan tak bisa diisi dengan obrolan singkat, dengan kehangatan keluarganya, atau dengan tumpukan buku-buku yang menggunung di rumahnya (oh ya, ia juga punya itu). Bahkan terkadang ia menyesali hidupnya. Menyesali pilihan yang ia buat. She was a player. She knows that she’s doing pretty good at that. But she just couldn’t. Ia pernah bermimpi...