Skip to main content

Be The One - #1

Dan surya pun tenggelam.

Adrianna tersenyum kecil, bersandar pada sosok yang merangkulnya hangat, menikmati cahaya matahari senja bersama. Baru saja ia pulang, and yet her boyfriend simply dragged her up to his room in an instant. Ia bahkan belum sempat membereskan kopernya.

She didn't mind, though.

"Dims?"

"Ya?"

"Dingin," tubuhnya hanya dilapisi blus serta selimut tipis yang diberikan olehnya. Di tengah musim dingin, di balkon kamar lelaki tersebut. Jelas ia kedinginan.

“Mau masuk?”

Dan gadis tersebut mengangguk mengiyakan, mengikuti langkahnya memasuki ruangan yang ia kenal betul isinya. Lengan yang sejenak tadi merangkulnya, kini berpindah, setengah merengkuh dengan posesif sambil membimbingnya tepatke tempat tidur pemuda tersebut. Merasakan berat tubuhnya tertarik gravitasi (oh, salahkan lelaki yang memberinya dorongan sedikit), tubuhnya jatuh terbaring di atas kasurnya. Ia memerah, "Hei, Dims—"

Dan ketika tubuhnya hendak bangkit terduduk, sosok Atreiyu Velasquez membayangi tepat di atasnya, kepala mereka kini sejajar, dengan wajahnya berada tepat di depannya. Seuntai kata, lalu sosok itu mendekat, menutup jarak diantara keduanya. Ia memejamkan mata, impuls. Tangannya bergerak naik, meletakkan salah satu tepat pada tengkuk pemuda tersebut, sementara tangan yang lain menahan berat tubuhnya.

Rindu. Yeah. She missed him too.


An RP post. With Atreiyu Mathivanan Dimitrovski Velasquez. Latar sama kayak di twitter in-chara.

Comments

Popular posts from this blog

dorks #3

"Hah? Itu beneran nama lo?" Hotaru kan nama Jepang. Si Dimasu--Hotaru di depannya kan bukan orang Jepang. Baru pindah kesini, malah. Lagipula ya, kenapa harus Hotaru, coba. Imej cool yang sudah mulai terbangun di kepala Shin jadi hilang. Sekarang di kepalanya dipenuhi gambaran hutan di malam hari, dengan bola-bola cahaya kecil yang beterbangan. Wait, kenapa juga ia membayangkan imej si Hotaru? Lagipula, kelihatannya anak pindahan ini tidak sealim yang ia dan teman-temannya sangka. Shin kan sudah expert, jadi ia tahu kalau bertemu sesama expert. Seperti cengiran yang sengaja dilempar dengan lirikan kecil ke arah cewek-cewek. Dan mata yang berkilat-kilat bandel. Sering sekali ia lihat pada Haruki. Maupun dirinya sendiri. Ia menangkap bola yang dilempar Hotaru sambil nyengir bandel, sengaja bermain-main dengan memutar-mutar bolanya dengan satu jari. Cek reaksi, ceritanya. Tuh kan, langsung heboh semua. Score one! "Yuk, main." (feel Shin gw.....)

*IMAGE HEAVY*

--when photobucket, tinypic, and tumblr are being a fuckin' bitch

Her

Ia disana. Ia ada, ia bernapas. Ia disana. Tapi tak ada yang dilakukannya. Gadis itu menghela napas, menatap kosong ke arah layar putih—kosong, seperti pikirannya. Kau tahu, ia punya segalanya. Hidupnya seharusnya indah. Seharusnya sempurna. Ia punya keluarga—yang menyayanginya, yang mengerti dan mengayomi segala tingkah lakunya. Ia punya teman—bahkan sahabat. Ia masih punya mereka yang akan mencarinya bila ia hilang. Masih punya tiang untuk menopang. Ia punya kelebihan—dan ia tahu bahwa kelebihannya itu bermanfaat. Ia punya status, punya jabatan untuk digunakan. Kau lihat? Ia punya segalanya. Tapi terkadang, ia merasa hampa . Kehampaan yang bahkan tak bisa diisi dengan obrolan singkat, dengan kehangatan keluarganya, atau dengan tumpukan buku-buku yang menggunung di rumahnya (oh ya, ia juga punya itu). Bahkan terkadang ia menyesali hidupnya. Menyesali pilihan yang ia buat. She was a player. She knows that she’s doing pretty good at that. But she just couldn’t. Ia pernah bermimpi...