Skip to main content

Be The One - #3

Adrianna Saralee Arks tidak benar-benar tidur.

Tidak ketika ia tengah berbaring di ranjang kekasihnya, di dalam kamar di rumahnya. Apalagi bila sosok kekasihnya kebetulan adalah sosok seorang Atreiyu Mathivanan Dimitrovski Velasquez. Tidak.

Maka ketika tidak terdengar respon apapun dari tindakan impulsnya (yang sebenarnya tidak benar-benar serius), matanya terbuka kecil, mengintip sejenak pada sosok lelaki tersebut sambil tetap menjaga badannya diam seperti tertidur. Ups.

Ia kembali memejamkan matanya erat ketika melihat sekilas sosok Dims beranjak dari tempatnya, meninggalkan tumpukan kaset-kaset game yang berterbaran dimana-mana, acak-acakan. Kemana pemuda itu pergi? Ia tak sempat mengecek arah berjalannya sosok Dims tadi. Takut akan terlihat bahwa dirinya sebenarnya belum tidur. Sebenarnya masih terbangun. Meski ia akui, bila keadaan dirinya dibiarkan seperti itu--mata terpejam damai di atas kasur--ia jamin tak akan sampai dua puluh menit sampai dirinya benar-benar tertidur pulas.

Dan rasa kantuknya nyaris hilang ketika ia merasa ada seseorang di sampingnya. Lebih tepatnya, berbaring di sampingnya.

Apalagi ketika ia merasa ada tangan melingkari pinggangnya. Ia menahan napas, kaget akan sentuhan tiba-tiba yang tidak diperkirakannya. Ia membuka matanya, lalu tersenyum kecil melihat sosok Dims tertidur tepat di sampingnya. Haruskah ia tetap begitu, atau bangunkan pemuda tersebut?

"I'm not asleep, you know."

Berbisik, lalu Adrianna bergerak mendekat, membaringkan kepalanya di leher pemuda tersebut.

Comments

Popular posts from this blog

dorks #3

"Hah? Itu beneran nama lo?" Hotaru kan nama Jepang. Si Dimasu--Hotaru di depannya kan bukan orang Jepang. Baru pindah kesini, malah. Lagipula ya, kenapa harus Hotaru, coba. Imej cool yang sudah mulai terbangun di kepala Shin jadi hilang. Sekarang di kepalanya dipenuhi gambaran hutan di malam hari, dengan bola-bola cahaya kecil yang beterbangan. Wait, kenapa juga ia membayangkan imej si Hotaru? Lagipula, kelihatannya anak pindahan ini tidak sealim yang ia dan teman-temannya sangka. Shin kan sudah expert, jadi ia tahu kalau bertemu sesama expert. Seperti cengiran yang sengaja dilempar dengan lirikan kecil ke arah cewek-cewek. Dan mata yang berkilat-kilat bandel. Sering sekali ia lihat pada Haruki. Maupun dirinya sendiri. Ia menangkap bola yang dilempar Hotaru sambil nyengir bandel, sengaja bermain-main dengan memutar-mutar bolanya dengan satu jari. Cek reaksi, ceritanya. Tuh kan, langsung heboh semua. Score one! "Yuk, main." (feel Shin gw.....)

*IMAGE HEAVY*

--when photobucket, tinypic, and tumblr are being a fuckin' bitch

Her

Ia disana. Ia ada, ia bernapas. Ia disana. Tapi tak ada yang dilakukannya. Gadis itu menghela napas, menatap kosong ke arah layar putih—kosong, seperti pikirannya. Kau tahu, ia punya segalanya. Hidupnya seharusnya indah. Seharusnya sempurna. Ia punya keluarga—yang menyayanginya, yang mengerti dan mengayomi segala tingkah lakunya. Ia punya teman—bahkan sahabat. Ia masih punya mereka yang akan mencarinya bila ia hilang. Masih punya tiang untuk menopang. Ia punya kelebihan—dan ia tahu bahwa kelebihannya itu bermanfaat. Ia punya status, punya jabatan untuk digunakan. Kau lihat? Ia punya segalanya. Tapi terkadang, ia merasa hampa . Kehampaan yang bahkan tak bisa diisi dengan obrolan singkat, dengan kehangatan keluarganya, atau dengan tumpukan buku-buku yang menggunung di rumahnya (oh ya, ia juga punya itu). Bahkan terkadang ia menyesali hidupnya. Menyesali pilihan yang ia buat. She was a player. She knows that she’s doing pretty good at that. But she just couldn’t. Ia pernah bermimpi...